“UDHIYAH DAN AQIQAH”
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah “FIQH”
Dosen pengampu Moh. Shofiyul Huda MF, M.Ag.
Di susun oleh:
1.
NADIA NUFIDA
AFLAHA (933400613)
2.
RIZA ISNAWATUL
N.F. (933401313)
JURUSAN USHULUDDIN PROGRAM PSIKOLOGI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
KEDIRI
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Kata kurban atau korban, berasal dari
bahasa Arab qurban, diambil dari kata : qaruba (fi’ilmadhi) – yaqrabu
(fi’ilmudhari’) – qurban wa qurbaanan (mashdar). Artinya, mendekati atau menghampiri. Menurut istilah, qurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan
diri kepada Allah baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya.
Dalam bahasa Arab, hewan kurban disebut
juga dengan istilah udh-hiyah atau adh-dhahiyah, dengan bentuk jamaknya al adhaahi. Kata ini diambil dari kata dhuha, yaitu waktu matahari
mulai tegak yang disyariatkan untuk melakukan penyembelihan kurban, yakni kira-kira
pukul 07.00–10.00.
Udh-hiyah adalah hewankurban
(unta, sapi, dan kambing) yang disembelih pada hari raya Qurban dan hari-hari tasyriq sebagai taqarrub
(pendekatan diri) kepada
Allah.
Menyembelih hukumnya
boleh dan penyembelihan dapat di lakukan di mana saja dari bagian badannya sehingga
binatang itu mati luka tersebut. Maka hukumnya bangkai dan tidak halal lagi. Dengan
demikian ada ketetapan sembelihan tidak boleh dengan tulang oleh karena itu beliau
mencakupkan dengan menyatakan seakan-akan sembelihan dengan tulang sudah di
kenal para sahabat tidak diperbolehkan. Lalu syari’at mengokohkannya dalam hal ini
tidak di perbolehkan karena larangan bersifat umum pada semua tulang.
Sedangkan Aqiqah merupakan salah satu ajaran islam yang di contohkan rasulullah
SAW. Aqiqah mengandung hikmah dan manfaat positif yang bias kita petik di
dalamnya. Di laksanakan pada hari ketujuh dalam kelahiran seorang bayi.
Dan Aqiqah hukumnya sunnah muakad (mendekati wajib), bahkan sebagian ulama menyatakan
wajib.
Dengan aqiqah di harapkan sang bayi memper oleh kekuatan, kesehatan lahir dan
batin. Di tumbuhkan dan di kembangkan lahir dan batinnya dengan nilai-nilai ilahiyah.
Aqiqah juga salah satu upaya kita untuk menebus anak kita yang tergadai. Aqiqah
juga merupakan realisasi rasa syukur kita atas anugerah, sekaligus amanah yang
di berikan allah SWT terhadap kita.
Rumusan Masalah
1. Menjelaskan pengertian kurban
2. Menjelaskan hukum kurban
3. Menyebutkan waktu pelaksanaan kurban
4. Menyebutkan syarat-syarat hewan kurban
5.
Menjelaskan pengertian aqiqah
6.
Menjelaskan jenis binatang aqiqah
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Udhiyah
1.
Pengertian Udhiyah
Udh-hiyah
atau adh-ha adalah hewan (unta, sapi atau domba) yang disembelih pada hari raya
Idul-Adh-ha sampai tiga hari sesudahnya. Yaitu dengan tujuan meraih keridhaan
Allah SWT; serta ber-taqarrub kepada-Nya.
Beberapa
ulama berpendapat bahwa udhiyah hukumnya sunnah muakkadah (sangat dianjurkan,
tetapi tidak wajib); terutama bagi orang yang memiliki kemampuan materi untuk itu.[1]
2.
Waktu Untuk Ber-Udhiyah
Waktuuntukber-udhiyah
adalah setelah masuk waktu untuk shalat dua rakaat Idul Adha termasuk khuthbahnya.
Dan waktu untuk ber-udhiyah berakhir pada saat maghrib tanggal 13 Dzulhijjah
(sama dengan berakhirnya ketiga hari tasyriq).[2]
3.
Jenis Hewan yang Memenuhi Persyaratan Sebagai Udhiyah
Berudhiyah
hanya diperbolehkan dengan unta yang usianya lima tahun atau lebih; atau sapi/kerbau
yang usianya dua tahun atau lebih; atau domba yang usianya satu tahun atau lebih
(kambing berusia dua tahun atau lebih).
Selain
itu hewan untuk ber-udhiyah harus yang sehat dan tidak cacat. Dan jika berkurban
dengan hewan yang pincang, sangat kurus, buta kedua matanya ataupun sebelah,
terputus telinga atau ekornya, atau berpenyakit kudis dan sebagainya maka kurbannya
tidak sah.[3]
4.
Bilangan Hewan Qurban
Fuqoha
telah sependapat bahwa seekor kambing hanya cukup untuk qurban satu orang. Sedangkan untuk seekor unta atau sapi Rasulullah saw telah bersabda:
قَا لَ : نَحْرَنَا مَعَ رَسُوْلِ اللّهِ
صَلَّى اللّهُ عَلَىْهِ وسَلَّمَ عَا مَ الْحُدَىْبِىَّةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعٍ
Artinya: “Rasulullah saw menyembelih seekor unta untuk
tujuh orang dan seekor sapi untu ktujuh orang”.
Jadi menyembelih seekor sapi atau unta bias untuk tujuh orang.[4]
5.
Cara Menyembelih Hewan Qurban
1.
Seseorang
yang ber-udhiyah, sebaiknya menyembelih udhiyahnya dengan tangannya sendiri,
tidak mewakilkannya kepada orang lain. Jika harus diwakilkan maka mewakilkannya
kepada seorang muslim yang mengerti tentang persyaratan-persyaratan yang
berlaku dalam hal udhiyah maupun cara penyembelihannya.
2.
Disunnahkan
menghadapkan udhiyahnya kearah kiblat, kemudian menyembelih dengan mengucapkan:
بِسْمِ اللّه اَللّه اّكْبَر اللّهُمَّ
تَقَبَّلْ مِنّئ
Artinya: “Ya, Allah, terimalah dariku”.[5]
6.
Memakan Sebagian dari Daging Udhiyah
Dianjurkan
memakan sebagian dari daging udhiyah, meski hal itu tidak wajib. Oleh karenanya
boleh saja, menyedekahkan semuanya. Dan sekiranya ingin makan sebagian darinya,
sebaiknya tidak lebih dari sepertiga, sedangkan dua pertiganya disedekahkan
Akan
teapi, apabilaudhiyahnyaitutelahmenadiwajibdisebabkanuntukmemenuhinadzar,
makawajibdisedekahkansemuanya, dantidakbolehdimakansendirimeskihanyasedikit.[6]
7.
LaranganMenjualDagingBagiandariUdhiyah
DiriwayatkanolehBukharidan Muslim dari Ali r.a.: “Rasulullah saw
memerintahkan kepadaku agar membagi-bagikan semua bagian unta (yang disembelih sebagai
udhiyah), termasuk kulit serta perlengkapannya dan tidak memberikan sesuatu darinya
(sebagai upah) kepada petugas yang menyembelihnya. Kata beliau, ‘kami
akanmemberinya di luaritu.’”
Berdasarkan
hadits tersebut, Syafi’I, Malik, dan Ahmad tidak membenarkan penjualan sesuatu dari
udhiyah, baik kulitnya atau bagian lainnya. Akan tetapi dibolehkan memanfaatkannya
untuk dijadikan sandal, sepatu, jaket, temat air dan sebagainya.[7]
B. AQIQAH
1.
Pengertian
Aqiqah
Aqiqah adalah menyembelih hewan pada hari ketujuh dari
lahirnya anak (laki-laki atau perempuan).[8]
2. Hukum Aqiqah
Hukum Aqiqah adalah
sunat bagi orang yang wajib menaggung nafkah
sianak. Untuk anak laki-laki menyembelih dua ekor kambing, sedangkan untuk anak perempuan seekor kambing saja. Menyembelih boleh dilakukan dihari lain, asal anak itu belum sampai baliq (dewasa).[9]
3. Jenis Binatang Aqiqah
Binatang yang sah menjadi
aqiqah sama dengan keadaan binatang yang sah untuk kurban, macamnya, umurnya,
dan jangan
bercacat. Disunatkan dimasak lebih dahulu, kemudian disedehkahkan
kepada faqir miskin. Orang yang melaksanakan aqiqah boleh memakan sedikit dari daging
aqiqah sebagaimana kurban, kalau aqiqah itu sunat (bukan nazar).[10]
4. Hal-Hal yang dilakukan Ketika Anak Baru Lahir
1.
Membisikkan adzan di telinga bayi yang baru lahir
Para
ulama menganjurkan agar dibisikkan adzan di telinga kanan bayi yang baru lahir,
dan iqomat di telinganya yang kiri. Dengan tujuan untuk menjadikan
kalimat-kalimat tauhid sebagai suara pertama yang didengar oleh si bayi.
2.
Memberi nama yang baik
Para
orang tua dianjurkan untuk memberi nama yang mengandung arti baik kepada
anaknya dengan tujuan sebagi harapan
orang tua kepada anaknya kelak.
3.
Memberi ucapan selamat pada kelahiran seorang anak
Dianjurkan
memberi ucapan selamat kepada seorang ayah atau ibu, sehubungan dengan
kelahiran anak mereka. Misalnya dengan ucapan seperti yang diajarkan oleh
Al-Husain bin Ali ra. kepada seseorang, yaitu:
بَارَكَ اللّهُ فِى الْمَوْهُوْبِ لَكَ,
وَشَكَرْتَ الْوَاهِبْ, وَبَلَغَ اشُدَّهُ وَرُزِقْتَ بِرَّهُ
Artinya: “Semoga
Allah memberkahi anak yang diberikan kepada anda, dan semoga anda bersyukur
kepada (Allah) sang pemberi. Dan semoga ia mencapai usia dewasa dalam keadaan
sebaik-baiknnya, sedangkan anda senantiasa merasakan baktinya.”.[11]
BAB III
PENUTUP
Udh-hiyah ataua dh-ha adalah hewan (unta, sapi
atau domba) yang disembelih pada hari raya Idul-Adh-ha sampai tiga hari sesudahnya.
Yaitu dengan tujuan meraih keridhaan Allah SWT; serta ber-taqarrub kepada-Nya. Udhiyah hukumnya sunnah muakad
bagi yang mampu
Aqiqah adalah menyembelih hewan pada hari ketujuh dari lahirnya
anak (laki-laki atau perempuan). Hukum Aqiqah adalah sunat bagi orang yang wajib
menaggung nafkah si anak.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Habsy, Muhammad Bagir, 1999. Fiqh Praktis. Penerbit Mizan.
Bandung
Rasjid, H Sulaiman.
1987. Fiqh Islam. Penerbit Sinar
Baru. Bandung
[1]
Muhammad Bagir Al-Habsy, FiqihPraktis, hal 449
[2]
Ibid, hal 450
[3]
Ibid
[4]BulughulMarom,
hal 253-254
[5]
Muhammad Bagir Al-Habsy, FiqihPraktis, hal 451
[6]
Ibid, hal 452
[7]Ibid
[8]H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, hal 441
[9]Ibid
[10]Ibid, hal 442
[11]Muhammad
Bagir Al-Habsy, FiqihPraktis, hal
454-456
Tidak ada komentar:
Posting Komentar