“SEJARAH
AL-QUR’AN DAN ‘ULUMUL QUR’AN”
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah “ulumul qur’an”
Dosen
pengampu Mohammad Zaenal Arifin, M. HI.
Di
susun oleh:
Ayyi
Pujiati Maftukhah
Nadia
Nufida Aflaha
JURUSAN
USHULUDDIN PROGRAM PSIKOLOGI ISLAM
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
KEDIRI
2013
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah sumber
hukum islam yang pertama. Sehingga kita hendaknya harus dapat memahami tentang
kandungan di dalamnya. Al-Qur’an dengan huruf-hurufnya, bab-banya,
surat-suratnya dan ayat-ayatnya yang sama di seluruh dunia. Andaikata ia bukan
dari Allah SWT tentu terdapat perbedaan yang banyak.
Al-Qur’an adalah laksana
sinar yang memberikan penerangan terhadap kehidupan manusia, bagaikan pelita
yang memberikan cahaya kearah hidayah ma’rifah. Al-Qur’an juga adalah kitab
hidayah dan ijaz (melemahkan yang lain). Ayat-ayatnya tentu ditetapkan kemudian
diperinci dari Allah SWT Yang Maha bijaksana dan Maha mengetahui.
Oleh karena itu kita
sebagai umat islam harus benar-benar mengetahui kandungan-kandungan yang ada di
dalamnya dari berbagai aspek. ‘Ulumul Qur’an adalah salah satu jalan yang bisa
membawa kita dalam memahami kandungan Al-Qur’an.
Selain memahami
Al-Qur’an kita juga perlu tau mengetahui bagaimana perkembangan ‘Ulumul Qur’an
dan siapa saja tokoh-tokoh yang menjadi pendongkrak munculnya ‘Ulumul
Qur’an.Secara tidak langsung pemikiran merekalah yang mengilhami kita dalam
memahami Al-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah sejarah
pertumbuhan dan perkembangan ‘Ulumul Qur’an?
2. Bagaimanakah sejarah
pemeliharaan Al-Qur’an?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui sejarah Al-Qur’an dan ‘Ulumul Qur’an
2. Mengetahui bagaimana pertumbuhan dan
perkembangan ‘Ulumul Qur’an
3. Mengetahui sejarah pemeliharaan Al-Qur’an
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan ‘Ulumul Qur’an
Al-Qur’an adalah
mukjizat islam yang kekal dan selalu diperkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan.
Al-Qur’an menegaskan bahwa penerimaan wahyu Al-Qur’an adalah Nabi Muhammad
SAW.Dan Nabi Muhammad-lah yang oleh Allah SWT diberi otoritas untuk menerangkan
(menafsirkan) Al-Qur’an.Karenanya, mudah dimengerti jika orang yang mendapat
gelar al-mufassir al-awwal (mufassir Al-Qur’an yang pertama)
adalah Nabi Muhammad SAW.Ayat di bawah ini mengingatkan status kemufassiran
Nabi Muhammad SAW.
Artinya: “Hai Rasul, sampaikanlah apa
yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang
diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah akan
memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang kafir.”(QS Al-Maidah [5]:67)
Nabi SAW bagi para
sahabat merupakan mahaguru dan sumber ilmu.Hanya kepada nabi, mereka menanyakan
segala sesuatu yang tidak mereka pahami termasuk makna atau pengertian
ayat-ayat Al-Qur’an.Penafsiran dan atau penjabaran yang diberikan Rasulullah SAW
terhadap Al-Qur’an, baik melalui ucapan, perbuatan dan taqrir (sikap
persetujuannya) yang kemudian menjelma menjadi hadits/sunnah Rasulullah SAW
merupakan soko guru utama bagi perkembangan tafsir - ilmu tafsir khususnya dan
‘Ulumul Qur’an pada umumnya.
Nabi Muhammad SAW dan
para sahabat mengetahui benar makna-makna Al-Qur’an dan ilmu-ilmunya seperti
pengetahuan ulama sesudahnya. Bahkan, makna dan ilmu AL-Qur’an itu pada masa
Rasulullah SAW dan sahabatnya belum tertulis atau dibukukan, serta belum tersusun
dalam satu kitab karena mereka berpandangan tidak merasa perlu untuk menulis
dan membukukan makna dan ilmu Al-Qur’an dalam satu kitab. Pandangan demikian
muncul ke permukaan karena Rasulullah SAW yang menerima wahyu dari Allah
mendapat rahmat-Nya berupa jaminan Allah bahwa sahabat pasti bisa mengumpulkan
wahyu itu ke dalam dadanya, dan Allah melancarkan lisan beliau untuk
membacanya, serta memberi interprestasi tentang isi dan maksudnya. Jadi, Allah
sudah memberi jaminan kepada beliau tentang makna dan rahasia wahyu Al-Qur’an.
Seiring dengan kebutuhan
penafsiran Al-Qur’an sendiri, yang selalu berkembang dari waktu kewaktu, maka
cabang-cabang ilmu pengetahuan yang dibutuhkan untuk memahami Al-Qur’an pun
kian hari semakin beraneka ragam.
Dari segi pengumpulan
ayat-ayat Al-Qur’an, yang di zaman nabi masih terserak-serak umpamanya, lahir
satu disiplin ilmu yang dinamakan ilmu jam’I Al-Qur’an (ilmu
tentang pengumpulan /penghimpunan Al-Qur’an). Dari segi pembukuan, muncul
istilah ilmu tadwin Al-Qur’an, dari segi teknik membaca Al-Qur’an
lahir ilmu tajwid, dari segi macam-macam bacaan Al-Qur’an
terbit ilmu al-qira’at, dari sisi latar belkang turun Al-Qur’an
menjelma ilmuasbab al-nuzul (ilmu tentang sebab-sebab penurunan
Al-Qur’an), dan dari segi tempat atau periode penurunannya menghasilkan ilmu
al-makkiy wa al-madaniy. Ada juga buku tentang titik dalam Al-Qur’an
(kitab al-Nuqthah fi Al-Qur’an), suatu hal yang tidak pernah
terjadi dalam ilmu-ilmu lain.
Dalam pada itu, satu hal
penting ialah bahwa masa-masa awal islam, istilah ‘Ulumul Qur’an itu sendiri
sesungguhnya belum lahir. Rasulullah dan para sahabatnya sangat memahami
Al-Qur’an dan menguasai ilmu-ilmu Al-Qur’an.Pengetahuan mereka tentang Al
Qur’an jauh lebih tinggi dibandingkan dengan para ulama generasi sesudah
sahabat.Tetapi, bidang-bidang pengetahuan mereka tentang ilmu-ilmuAl-Qur’an itu
belum diletakkan dalam kerangka dasar keilmuan yang bersifat teoretik dan
sistematik.Tegasnya, para sahabat tidak atau belum membukukan ‘Ulumul
Qur’an karena beberapa alasan:
1. Adanya larangan dari Rasulullah SAW menulis
sesuatu selain Al-Qur’an, karena dikhawatirkan perhatian para sahabat menjadi
terbagi.
2. Mereka merupakan orang Arab murni yang memiliki
banyak keistimewaan.
3. Memiliki kemampuan berbahasa yang sangat luas
terhadap segala macam bentuk ungkapan, baik prosa, puisi, maupun sajak.
4. Kebanyakan mereka terdiri dari orang-orang
yang ummi, tetapi cerdas.
5. Rasulullah SAW masih hidup sehingga ketika
mengalami kesulitan masalah dan pertanyaan bisa di ajukan kepada Rasulullah
SAW.
6. Belum adanya alat-alat tulis yang memadai dan
larangan Rasulullah SAW untuk menulis segala sesuatu selain ayat Al-Qur’an.
Metode penyampaian ilmu
pengetahuan pada waktu itu, termasuk ilmu-ilmu Al-Qur’an lebih banyak
mengandalkan metode sima’iy (pendengaran) dan musyafahah (penyampaian
dari mulut ke mulut).
Dari waktu ke waktu,
perkembangan ilmu-ilmu Al-Qur’an semakin pesat dalam bidang apa saja. Ada
pendapat yang menyebutkan bahwa orang pertama yang menggunakan istilah ‘Ulumul
Qur’an adalah Muhammad Ibn Idris al-Syafi’I (766-820 M), ketika pendiri madzhab
Syafi’i ini diinterogasi Khalifah al-Rasyid (766-809 M) berkenaan dengan
tuduhannyan terhadap al-Syafi’i yang dianggap sebagai pendukung Syiah.
Berkenaan dengan istilah
‘Ulumul Qur’an dalam pengertian pembukuan atau karya tulis, al-Zarqani
menjelaskan bahwa istilah resmi ‘Ulumul Qur’an menurut opini masyarakat umum
baru muncul pada abad ketujuh hijriah.
Al-Zarqani sendiri
menunjukkan kesaksiannya bahwa di perpustakaan Dar al-Kutub al-Mishriyyah dia
jumpai sebuah kitab yang ditulis oleh Ali Ibn Said–yang lebih populer dengan
sebutan al-Hufi – (w. 330 H) yang diberi namaal-Burhan fi ‘Ulumul Al-Qur’an.
Kemudian kata al-Zarqani, dan dapat disimpulkan bahwa istilah ‘Ulumul Qur’an
telah lahir sekitar dua abad lebih lama–yakni abad kelima atau bahkan abad
keempat, dirintis oleh Ibn Al-Marzuban (309 H).
Lepas dari perbedaan
pendapat diatas, yang sudah pasti istilah ‘Ulumul Qur’an tidak tumbuh dan
berkembang sekaligus; akan tetapi, melalui proses cukup panjang.
B. Sejarah Pemeliharaan Al-Qur’an
Al-Qur’an sendiri yang
menyatakan bahwa keautentikan (orisinalitas) Al-Qur’an dijamin oleh Allah SWT,
sesuai dengan firman-Nya:
Artinya:“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan
al-Dzirk (Al-Qur’an), dan sesungguhnya Kami (jigalah) yang benar-benar
memeliharanya. (QS Al-Hijr [15]:9)
Ayat diatas tegas-tegas
menyatakan bahwa penurunan Al-Qur’an dan pemeliharaan kemurniannya adalah
merupakan urusan Allah.Dia-lah yang menurunkan Al-Qur’an kepada nabi Muhammad
SAW melalui perantaran malaikat Jibril, dan Dia pulalah yang mempertahankan
keaslian atau orisinalitas sepanjang waktu.
Adapun sejarah
pemeliharaan Al-Qur’an itu sendiri secara global dan umum pada dasarnya dapat
ditelusuri dari empat tahap besar, yaitu: pertama, pencatatan
Al-Qur’an di zaman nabi Muhammad SAW; kedua, penghimpunannya
di zaman Abu Bakar as-Shiddiq; ketiga, penggandaan Al-Qur’an
di masa ‘Utsman Ibn ‘Affan, dan keempat, pencetakan Al-Qur’an
pada abad ke-17 Masehi.
1. Tahap Pencatatan di Zaman Nabi Muhammad SAW.
Pada masa-masa awal
kehadiran agama Islam, bangsa Arab – tempat diturunkannya Al-Qur’an tergolong
kedalam bangsa yang buta aksara, bahkan nabi Muhammad SAW sendiri dinyatakan
sebagai nabi yang ummi, yang berarti tidak pandai membaca dan
menulis.
Dan bangsa Arab yang
pertama kali menerima Al-Qur’an pada umumnya juga adalah bangsa yang ummi.Di
balik itu, mereka dikenal memiliki daya ingat (hafal) yang sangat kuat.
Seiring berkembangnya
zaman, orang yang pandai menulis dari waktu ke waktu jumlahnya semakin
bertambah banyak, oleh nabi diperintahkan atau minimal dibolehkan mencatat
Al-Qur’an setiap kali beliau meneriam ayat-ayat Al-Qur’an.Maka, tercatatlah
para hafidz dan hafidzah (pria dan wanita penghafal
Al-Qur’an), di samping para katib (pencatat/penulis) Al-Qur’an
yang sangat andal.
Sejarah mencatat bahwa
dari sekian banyak penulis resmi ayat-ayat Al-Qur’an yang ditermia Rasul, dan
kemudian disampaikan kepada para sahabatnya, Zaid Ibn Tsabit-lah yang paling
professional dan paling andal melakukannya.
Mengingat pada zaman itu
belum dikenal zaman pembukuan, maka dicatat pada benda-benda yang mungkin
digunakan sebagai sarana tulis-menulis terutama pelepah-pelepah kurma,
kulit-kulit hewan, tulang-belulang, bebatuan dan lain-lain yang diatasnya dapat
digoreskan ayat-ayat Al-Qur’an.Tetapi berbagai tulisan Al-Qur’an itu masih
berserakan dan belum terkumpul menjadi satu.
2. Tahap Penghimpunan di Zaman Khalifah Abu Bakar
as-Shiddiq.
Penghimpunan Al-Qur’an
ke dalam satu mushaf baru dilakukan di zaman khalifah Abu Bakar as-Shiddiq
(11-13 H/632-634 M), tepatnya setelah terjadi peperangan Yamamah (12 H/633
M).dalam peperangan ini terbunuh sekitar 70-an orang syuhada yang hafal
Al-Qur’an dengan amat baik.
Maka, oleh Umar Ibn
Khathtahab, salah seorang sahabat paling senior yang jauh pandangannya kemasa
depan dan terkenal sangat tajam analisisnya, segera mengusulkan kepada khalifah
Abu Bakar agar menghimpun Al-Qur’an.
Tercatatlah dalam
sejarah bahwa orang pertama yang mempunyai gagasan (ide) untuk menghimpun
Al-Qur’an ialah Umar Ibn Khaththab; sedangkan orang yang pertama kali
menghimpun dan menulis Al-Qur’an ke dalam satu mushaf adalah Zaid Ibn Tsabit
atas perintah Abu Bakar.
Dan ketika kekhalifahan
di pegang Umar Ibn Khaththab, himpunan Al-Qur’an pun beralih ketangan Umar.
3. Tahap Penggandaan di Zaman Khalifah Utsman Ibn
Affan
Ketika jabatan khalifah
dipegang Utsman Ibn Affan, islam tersiar secara luas sampai ke Syam (Syiria),
Irak dan lain-lain.
Perbedaan pokok antara
pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an di zaman Utsman Ibn Affan ialah terletak pada
motivasi yang melatarbelakangi masing-masing kegiatan itu. Factor yang
mendorong pangumpulan Al-Qur’an di masa Abu Bakar ialah karena takut sebagian
ayat-ayat Al-Qur’an akan hilang kalau tidak dihimpun dalam satu mushaf;
sedangkan factor yang memacu Utsman menyalin dan memperbanyak Al-Qur’an ialah
disebabkan banyak perselisihan pendapat di kalangan umat islam mengenai qira’at
(bacaan) Al-Qur’an. Selain itu, pada masa Abu Bakar, Al-Qur’an dihimpun tanpa
memerhatikan tertib urutan ayat dan surat, sedang pada masa Utsman ahl itu
mulai dilakukan dengan penertiabn rangkaian surat Seurat dan ayat demi ayat
dalam surat.
4. Tahap Pncetakan Al-Qur’an
Pemeliharaan Al-Qur’an
terus dilakukan dari waktu ke waktu. Al-Qur’an pun pertama kali dicetak di kota
Hanburg, Jerman pada abad ke-17 M. kemudian pencetakan Al-Qur’an terus-menerus
mengalami kemajuan yang sangat berarti.
Di Negara-negara yang
mayoritas penduduknya beragama islam, lebih-lebih lebih menyatakan diri sebagai
Negara islam, telah memiliki panitia khusus yang bertugas mentashhih setiap
percetakan Al-Qur’an
5. Pengajaran Al-Qur’an di Berbagai Dunia Islam
Seiring dengan kemajuan
dunia cetak-mencetak Al-Qur’an, upaya pemeliharaan kesucian dan kemuliaan
Al-Qur’an melalui sistem hafalan tetap dipertahankan hingga kini.Di Negara yang
umat muslimnya terbesar diseluruh dunia ini, pelajaran Al-Qur’an termasuk
penghafalannya mendapat perhatian yang cukup serius dari kalangan muslimin
sendiri maupun dari pemerintah.
Pelajaran Al-Qur’an
tidak hanya terdapat di negara-negara islam atau negara-negara yang mayoritas
penduduknya memeluk islam, tetapi juga dijumpai di negara-negara yang penduduk
muslimnya minoritas sekalipun sepertidi Tiongkok, Jepang, Thailand, Australia,
New Zeland, dan lain-lain. Di antara bentuk hafalan yang dilakukan generasi
muda islam dewasa ini ialah melalui penghataman baca Al-Qur’an di bulan
Ramadhan dengan menjadikan shalat tarawih sebagai medianya. Sehingga, dalam
satu bulan sang imam dapat menamatkan bacaan Al-Qur’an dari juz pertama sampai
juz ke-30.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa
‘Ulumul Qur’an mulai tumbuh semenjak masa Rasulullah SAW.Beliau adalah mufasir
awal.Nabi telah mengetahui dan memahami semua ayat Al-Qur’an karena Allah telah
mengajarkan kepadanya. Allah SWT berfirman yang artinya
Artinya: “Sekiranya bukan karena
kaurunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, tentulah segolongan dari mereka
berkeinginan keras untuk menyesatkanmu. Tetapi mereka tidak menyesatkan melainkan
dirinya sendiri, dan mereka tidak dapat membahayakanmu sedikitpun kepadamu.Dan
(juga karena) Allah telah menurunkan kitab dan hikmah kepadamu, dan telah
mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui, dan adalah karunia Allah
sangat besar atasmu.”(QS An-Nisa’ [4]:113)
DAFTAR PUSTAKA
Hermawan, Acep, M.Ag.
2011, ‘Ulumul Qur’an, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.
Izzam, Ahmad, Drs.,
M.Ag. 2005, ‘Ulumul Qur’an,Tafakur, Buahbatu – Bandung.
Suma, Muhammad Amin,
Prof. Dr. H. S.H., M.A., M.M. 2013,‘Ulumul Qur’an,PT RajaGrafindo
Persada,Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar