GANGGUAN JIWA
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan Mental
Dosen pengampu : Tatik Imadatus Sa’adati M.Psi, Psikolog
Di susun oleh:
Nadia
Nufida Aflaha (933400613)
JURUSAN USHULUDDIN PROGRAM PSIKOLOGI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
KEDIRI
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan
jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacauan pikiran,
persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu menyesuaikan diri dengan
diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan lingkungan.
Gangguan
jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Gangguan jiwa dapat menyerang semua usia. Sifat serangan penyakitnya biasanya
akut dan bisa kronis atau menahun. Di masyarakat ada stigma bahwa gangguan jiwa
merupakan penyakit yang sulit disembuhkan, memalukan dan aib bagi keluarganya. Ada
kepercayaan di masyarakat bahwa gangguan jiwa timbul karena musuhnya roh nenek
moyang masuk kedalam tubuh seseorang kemudian menguasainya.
Faktor penyebab
terjadinya gangguan jiwa bervariasi tergantung pada jenis-jenis gangguan jiwa
yang dialami. Secara umum gangguan jiwa disebabkan karena adanya tekanan
psikologis yang disebabkan oleh adanya tekanan dari luar individu maupun
tekanan dari dalam individu. Beberapa hal yang menjadi penyebab adalah
ketidaktahuan keluarga dan masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa ini, serta
ada beberapa stigma mengenai gangguan jiwa ini.
. Gangguan
jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacauan pikiran,
persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu menyesuaikan diri dengan
diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan lingkungan.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah
pengertian gangguan jiwa?
2. Apakah
teori gangguan jiwa?
3. Bagaimanakah
psikoterapi gangguan jiwa?
4. Bagaimanakah
studi kasus gangguan jiwa?
C.
Tujuan Makalah
Untuk
mengetahui tentang pengertian, teori, psikoterapi, dan contoh studi kasus
gangguan jiwa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Gangguan Jiwa
Gangguan
jiwa atau mental illness adalah kesulitan yang harus dihadapi oleh seseorang
karena hubungannya dengan orang lain, kesulitan karena persepsinya tentang
kehidupan dan sikapnya terhadap dirinya sendiri-sendiri.
Gangguan
jiwa adalah gangguan dalam cara berpikir(cognitive), kemauan(volition),
emosi(affective), tindakan(psychomotor).
Gangguan
jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacauan pikiran,
persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu menyesuaikan diri dengan
diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan lingkungan.
B.
Teori Penyebab Gangguan Jiwa
Teori
penyebab gangguan jiwa yang banyak dianut hingga sekarang adalah teori stress
vulnerability theory. Menurut teori tersebut seseorang menderita gangguan
jiwa karena adanya kerentanan dalam dirinya dan adanya stress (tekanan jiwa). Kerentanan
terhadap gangguan jiwa terbentuk oleh berbagai keadaan, seperti: keturunan,
pengalaman hidup waktu kecil yang menekan, keadaan otak ketika masih menjadi janin
atau bayi. Hal-hal atau keadaan yang bisa menimbulkan stress antara
lain: ditinggal mati, kesulitan keuangan (hutang), tekanan pekerjaanatau
sekolah, konflik dalam rumah tangga atau dengan teman. Menurur stress vulnerability
(kerentanan) theory, seseorang terkena gangguan jiwa karena yang bersangkutan
mempunyai kerentanan dan adanya tekanan jiwa. Seseorang yang punya kerentanan
tinggi namun tidak ada stress, maka yang bersangkutan tidak akan menderita
gangguan jiwa. Hanya saja, seseorang yang punya kerentanan tinggi, akan mudah
terkena gangguan jiwa meskipun hanya dipicu oleh stress yang kecil. Padahal,
stress kecil tersebut tidak akan bisa menimbulkan gangguan jiwa bisa menyerang
pada seseorang ang punya kerentanan rendah. Seseorang dengan kerentanan yang
rendah baru akan menderita gangguan jiwa bila mendapat stress yang berat.
C. Psikoterapi untuk Gangguan Jiwa
1. Terapi
psikofarmaka
Psikofarmaka
atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada Sistem
Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan
perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap
taraf kualitas hidup klien.
2. Terapi
somatic
Terapi
ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat gangguan jiwa sehingga
diharapkan tidak dapat mengganggu sistem tubuh lain. Salah satu bentuk terapi
ini adalah Electro Convulsive Therapy.
3. Terapi
Modalitas
Terapi
modalitas adalah suatu pendekatan penanganan klien gangguan yang bervariasi
yang bertujuan mengubah perilaku klien gangguan jiwa dengan perilaku maladaptifnya
menjadi perilaku yang adaptif.
Ada
beberapa jenis terapi modalitas, antara lain:
·
Terapi individual
·
Terapi lingkungan
·
Terapi kognitif
·
Terapi keluarga
·
Terapi kelompok
·
Terapi bermain
D. Studi Kasus Gangguan Jiwa
Sutudi
Kasus 1
Bipolar
Disorder
Sheyna,
13 tahun, memiliki orangtua yang overprotective dan sangat menuntut supaya Sheyna
mengikuti apa saja perintah yang diberikan kepadanya.
Sheyna
merupakan anak bungsu dari 3 bersaudara, dan hanya ia yang perempuan. Sheyna
menganggap dirinya sangat bergantung pada orangtua, ditambah lagi orangtua
memperlakukan Sheyna seperti anak kecil yang berusia di bawah usia dirinya.
Kedua
kakak Sheyna sangat pembangkang bahkan kakak pertama Sheyna (18 tahun)
pernah blak-blakan mengaku kepada
orangtua mereka bahwa ia telah melakukan aktivitas seksual dengan teman di
sekolah. Tentu saja, orangtua menjadi sangat marah, apalagi orangtua sangat strict terhadap isu-isu
seksual. Bahkan, orangtua selalu membahas kepada Sheyna dan kedua kakak
bahwa virginity itu
harus dijaga hingga kelak menikah. Kondisi kakaknya ini berbanding
terbalik dengan Sheyna yang sangat pasif dan penurut, serta menjadi
satu-satunya anak yang dianggap “baik” oleh orangtuanya sehingga Sheyna
dijuluki “Little Miss Perfect”.
Ada
riwayat sakit mental di dalam keluarga Sheyna. Nenek kandung Sheyna dari pihak
Ibu serta Bibi Sheyna dari pihak Ayah sama-sama menderita depresi.
Sheyna
mengalami insomnia sejak ia berusia 10 tahun. Setiap
malam ia mengalami kesulitan untuk tidur dan akhirnya mengganggu kegiatan belajar
di sekolah. Nilai Sheyna sampai mengalami penurunan yang cukup parah, sehingga
orangtua memutuskan supaya Sheyna menjalani home-schooling saja supaya Sheyna dapat mengatur
waktu kapan untuk belajar. Perilaku insomnia ini dialami Sheyna
pasca pertengkaran hebat di dalam keluarga, di mana kakak pertama Sheyna
ternyata sampai menghamili temannya di sekolah. Pada saat itu, kondisi rumah
sangat ‘panas’, Ayah dan Ibu selalu bertengkar setiap ada kesempatan di
pagi-siang-sore-malam. Keadaan semakin memanas karena kakak pertama Sheyna
sempat kabur dari rumah bersama teman yang ia hamili, sehingga memicu
pertengkaran antara keluarga Sheyna dengan keluarga yang anaknya dihamili oleh
kakak Sheyna tersebut. Kondisi tersebut berlangsung hingga kurang-lebih dua bulan
dan sejak itu, Sheyna sulit sekali memejamkan mata seberapa pun dirinya
mengantuk karena bayangan pertengkaran dan suasana memanas itu selalu
menghantui Sheyna. Untuk pertama kalinya, di masa sebulan itu, Sheyna mengalami
ledakan emosi yang tinggi.
Sejak
saat itu, Sheyna juga semakin sering menyendiri di dalam kamar untuk
menghindari pertengkaran. Bagi Sheyna, dia menjadi lebih rileks dengan berada
di dalam kamar. Dia juga semakin bisa berpikir, mencari tahu, dan menganalisa
segala hal yang ia senangi. Sheyna tertarik dengan politik dan memiliki
pemikiran tersendiri tentang politik, misalnya ia percaya bahwa dirinya
merupakan reinkarnasi dari seorang politikus Romawi di masa lalu.
Keluarga
dan teman-teman Sheyna melihat Sheyna sebagai orang yang sangat rapi dan
teroganisir. Sheyna senang menuliskan apapun ide-ide yang ia miliki dan
menuliskan di buku diary, komputer, bahkan dinding
kamarnya penuh dengan papernote yang ditempelkan
secara berantakan dan berisi ide-idenya tersebut. Kebanyakan ide yang Sheyna
tuliskan berisi tentang hal-hal yang selama ini dianggap tabu untuk dibicarakan
di dalam keluarganya, seperti tentang dorongan seksual dan tingkat
spiritualitas. Aktivitas ini semakin menjadi-jadi saat ia merasakan gairah luar
biasa untuk melakukan sesuatu.
Selama
proses pertengkaran di dalam keluarganya, Sheyna sempat mengalami depresi dan
depresi yang ia miliki semakin menjadi-jadi karena hingga saat ini Sheyna masih
menderita insomnia. Sheyna juga menderita kesulitan untuk makan dan
konsentrasi. Di puncak depresinya, Sheyna akhirnya beberapa kali melakukan
percobaan bunuh diri. Beruntung, Ibu selalu menemukan Sheyna tepat waktu
sehingga Sheyna masih bisa diselamatkan.
Analisa Kasus Sheyna
Sheyna
menunjukkan simptom perilaku yang mengarah ke Bipolar I Disorder. Sheyna meyakini bahwa dirinya merupakan
reinkarnasi dari politisi Romawi di masa lalu, yang menunjukkan simptop
psikotis ada pada dirinya. Simptom psikotis sendiri hanya muncul pada Bipolar I
Disorder. Sheyna juga menunjukkan perilaku mania dengan cara menuliskan semua
ide-ide yang ia miliki di buku diary,
komputer, bahkan papernote yang
ditempel berantakan di dinding kamarnya. Ide-ide tersebut termasuk pula ide-ide
yang sebenarnya selalu tabu untuk dibicarakan di dalam keluarga (tentang
seksualitas dan spiritualitas). Perilaku ini jelas berbeda dengan kebiasaan
Sheyna yang selalu rapi dan terorganisir. Kemunculan perilaku mania ini
dibarengi pula dengan kemunculan perilaku depresi yang membuat Sheyna sampai
beberapa kali melakukan percobaan bunuh diri.
Pada
kasus Sheyna, ditemukan bahwa ada riwayat genetis di dalam keluarga dekatnya
yang memiliki gangguan depresi, yaitu Nenek kandung Sheyna dari pihak Ibu serta
Bibi Sheyna dari pihak Ayah. Perlu ada pemeriksaan mendalam tentang apakah
kasus Sheyna terkait dengan riwayat genetis di dalam keluarganya. Tetapi,
kemungkinan itu tetap ada.
BD yang
diderita Sheyna merupakan masalah yang perlu penanganan hingga seumur hidup
karena tidak dapat dengan mudah ditentukan bahwa gejala mania dan depresi yang
diderita Sheyna tidak akan lagi muncul di masa depan. Cara terbaik untuk
memberikan treatment kepada Sheyna adalah dengan memberikan
pengobatan medis yang tepat serta menjalani psikoterapi. Misalnya,
mengkombinasikan pemberian obat antipsychotic(seperti: Seroquel)
dan mood-stabilizer (seperti: Lithium),
ditambah psikoterapi (seperti: terapi regulasi emosi, anger management untuk membantu Sheyna dalam
mengatasi mania dan depresi yang muncul di dirinya)
Studi
kasus 2
Obsessive
Compulsive Disorder (OCD)
Lauren
Walsh, wanita berusia 21 tahun menderita Obsessive Compulsive Disorder (OCD).
OCD menyerang mental dengan ciri-ciri selalu berpikir berulang-ulang dan
melakukan aktivitas yang juga dilakukan berulang-ulang. Kelainan ini membuat
Lauren merasa menjadi orang yang tidak normal.
Misalnya,
dia selalu menghabiskan banyak waktu untuk mencuci tangan berjam-jam. Jika
dihitung-hitung, ia bisa menghabiskan 10 jam sehari di kamar mandi, seperti.
Lauren juga selalu merasa takut karena dia berpikir setiap inchi tubuhnya
dihinggapi bakteri, sehingga dia harus mandi lagi dalam waktu lama untuk
membersihkannya.
“Ini
sampai ke titik saat saya harus mandi lima kali sehari, masing-masing berlangsung
dua jam.” Ujar Lauren.
“Rasanya,
ada begitu banyak hal, yang harus saya lakukan. Setiap menit dari bagian tubuh
saya harus dikontrol.” Penderitaan ini dialami Lauren sejak didiagnosis
mengalami gangguan OCD di usia 12 tahun. OCD yang diderita Lauren seperti
menyebabkan suara di kepalanya, yang dia sebut ‘iblis di bahu’. Kondisi ini
seolah meyakinkan dia selalu dalam keadaan kotor.
Lauren
tahu itu tidak rasional, tapi dia tidak berdaya mengendalikan dirinya. Lauren
memaparkan bagaimana OCD mengendalikan hidupnya selama bertahun-tahun. Waktu
itu, ibunya, Linda, merasa heran, dengan kebiasaan Lauren.
Lauren
terus menerus mencuci tangan. Tidak hanya di rumah, bahkan juga di sekolah.
Penderitaan Lauren membuat dia sulit bersosialisasi dengan teman-teman sekolah.
Banyak teman-teman sekolah yang kemudian menjuluki Lauren sebagai orang aneh
dan setres.
Di usia
10 tahun, Lauren pernah menangis tak terkendali karena dia merasa ada sesuatu
yang salah dengan dirinya. Tapi, waktu itu tidak tau kenapa dia merasa bersalah.
Barulah ketika berusia 12 tahun, penderitaan Lauren dikenali penyebabnya. Dia
didiagnosis OCD. Saat memasuki remaja, OCD menjadi semakin melumpuhkan mental
Lauren. Kamar tidurnya penuh dengan catatan karena Lauren merasa terdorong
untuk terus menulis.
“Aku
punya catatan untuk diingat kembali ketika saya berumur 12 tahun. Orang
beranggapan OCD adalah tentang mencuci tangan sedikit lebih lama dari biasanya
dan kemudian Anda melanjutkan aktivitas seperti orang lain. Tapi, ternyata
tidak.” Lauren melanjutkan, “Keluar dari tempat tidur memakan waktu 20 menit
setiap pagi karena saya harus berbalik sampai saya berada di sudut kanan. Jika
tidak merasa benar, saya ulangi sampai hal itu benar.” Setelah itu, dia akan
memastikan tempat tidur selalu dalam keadaan sempurna tanpa ada kain yang
kusut. Dia harus mencuci sarung bantal setiap hari dan seprai setidaknya tiga
kali seminggu.
“Di
kamar mandi aku menggunakan sabun yang berbeda dan lotion untuk bagian tubuh
yang berbeda, dimulai di bagian atas dan bekerja dengan cara ke bawah.
Dibutuhkan waktu dua jam setiap kali mandi,” kata Lauren. Untuk menggunakan
toilet, dia harus menyekanya dulu kemudian duduk dengan cara yang benar. Lalu,
dia akan selalu merobek lembar pertama kertas toilet karena takut telah tersentuh
orang lain. Kemudian dia akan merobek tisu sebanyak 12 lembar untuk selanjutnya
dilipat dengan cara tertentu sebelum dipakai. Untuk sekadar bangun dari toilet
pun, dia masih harus memutar sampai benar-benar merasa nyaman.
“Saya
harus berjalan lurus sempurna dan setiap langkah harus merasa benar di kaki.
Jika tidak, saya harus mulai dari awal lagi. Jadi, saya akan berada di sana
selama berjam-jam.” Kondisi Lauren, mirip seperti yang dialami Sam Hancox, yang
akhirnya meninggal akibat kasus serupa. Sam mengalami dehidrasi dan infeksi
kulit karena penyakit OCD selama 30 tahun. Penyakit ini membuat Sam selalu
mandi sampai 20 jam setiap hari karena, dia takut kuman.
“Kasus
itu membuat saya marah, karena bisa saja terjadi pada saya,” ujar Lauren yang
sangat takut riwayat hidupnya akan berakhir tragis sama seperti Sam.
Studi
kasus 3
Dissociative
Identity Disorder (DID) / Kepribadian Ganda
Kisah
kriminal yang dilakukan pria dengan 24 kepribadian ini serta politisasi proses
penyembuhan Billy menjadi nilai tambah dalam dunia psikologi.
Kisah
Billy, pemuda sekaligus pemudi, orang dewasa sekaligus anak-anak yang terjebak
dalam satu tubuh ini jelas akan memberikan pencerahan buat masyarakat awam
maupun ahli ilmu jiwa di negeri ini.
Kisah
nyata Billy jelas akan menyedot konsentrasi, karena lompatan 24 nama tokoh
alter ego bisa timbul tiba-tiba, kapan pun, di mana pun. Namun, lebih jauh dari
itu, kisah Billy sang psikotis yang piawai melukis ini telah menyeret realitas
kehidupan sosial negara adidaya dengan segala implikasinya.
Billy
lahir dan dibesarkan dalam keluarga submarginal yang terseok-seok bertahan
dalam tekanan ekonomi dan liberalisme budaya. Keadaan semakin buruk bagi Billy
ketika ia menjadi korban perilaku seksual menyimpang saat usianya masih sangat
belia.
Tarik
ulur politis yang kerap menghambat penyembuhan Billy kian menguatkan kenyataan
bahwa sesempurna apa pun sistem yang diterapkan negara adidaya tersebut, hak
kaum jelata tetap kerap terpinggirkan.
Penderita
gangguan perilaku seksual yang tak segera ditangani berpotensi berubah menjadi
pelaku kejahatan. Korban mereka pun di masa datang bukannya tak mungkin akan
berubah menjadi mimpi buruk bagi komunitasnya. Lingkaran mengerikan yang jelas
tak mudah ditangani itu turut mewarnai kisah Billy.
Berikut adalah 24 kepribadian yang menghuni
sosok Billy:
1. William
Stanley Milligan (Billy), 26. Sosok pribadi yang asli, atau inti, yang
belakangan disebut unfused Billy—yang berarti ‘Billy yang belum
terfusi’—dan juga Billy-U. tidak tamat SMU. Tinggi 180 cm, bobot 86 kg.
mata biru, rambut coklat
2. Arthur,
22. Pria Inggris. Rasional, tanpa emosi, dia bicara dengan logat Inggris.
Belajar sendiri fisika dan kimia, mempelajari buku-buku ilmu kedokteran. Fasih
membaca dan menulis dalam bahasa Arab. Walaupun berprinsip konservatif/kuno dan
menganggap diri kapitalis, dia bersumpah dirinya seorang ateis. Dialah yang
pertama kali menyadari adanya sosok-sosok lainnya itu. ditempat-tempat yang
aman, dialah yang berkuasa, yang memutuskan siapa saja anggota ‘keluarga’ yang
akan muncul dan menguasai kesadaran. Berkacamata.
3. Ragen
Vadascivinivh, 23. Pengelola rasa benci. Nama ‘Ragen’ berasal dari kata rage
again, yang berarti ‘mengamuk lagi’. Berkebangsaan Yugoslavia. Dia
berbicara bahasa Inggris dengan logat Slavia yang jelas. Dia mampu berbahasa
Serbo-Kroasia. Ahli senjata dan peluru, dan juga seorang karateka, dia
menunjukkan kekuatan fisik yang luar biasa, yang berasal dari kemampuan
mengendalikan aliran hormone adrenalin dalam tubuhnya. Dia seorang komunis dan
ateis. Tugasnya adalah melindungi keluarga, khusunya wanita dan anak-anak. Dia
mendominasi kesadaran apabila sedang berada ditempat-tempat yang berbahaya.
Pernah terlibat dengan penjahat dan pecandu obat, dan mengaku pernah
berperilaku criminal yang kadang-kadang disertai kekerasan. Berta badannya 95
kg, berambut hitam, dan berlengan amat besar. Berkumis panjang menjuntai. Dia
menggambar dalam warna hitam-putih karena buta warna.
4. Allen, 18.
Orang kepercayaan. Bersifat manipulative. Dialah tokoh yang paling sering
berhadapan dengan dunia luar. Dia seorang agnostic, dan semboyan hidupnya
adalah, “manfaatkan hidup di muka bumi ini sebaik mungkin.” Dia bisa bermain
drum, melukis potret wajah, dan hanya dialah yang menghisap rokok diantara
pribadi-pribadi itu. berhubungan amat erat dengan ibu Billy. Tinggi tubuhnya
sama dengan William, walaupun berbobot lebih ringan (75 kg). rambut dibelah
kanan. Dia satu-satunya yang tidak bertangan kidal.
5. Tommy, 16.
Ahli melepaskan diri dari segala macam kunci dan simpul ikatan, atau disebut
juga escape artist. Sering disangka sebagai Allen. Biasanya, dia
bersikap bermusuh-musuhan, siap bertengkar dan bersifat antisocial. Bisa
bermain saksofon dan jago dam bidang elektronika. Dia biasa melukis pemandangan
alam. Warna rambutnya pirang agak suram. Matanya coklat, sewarna batu amber.
6. Danny, 14.
Anak yang selalu ketakutan. Takut kepada orang lain, terutama kaum lelaki. Dia
pernah dipaksa menggali liang kubur sendiri, lalu ditimbun hidup-hidup. Jadi,
dia Cuma berani melukis objek/benda tidak bergerak. Rambutnya pirang sebahu,
matanya biru. Perawakannya pendek dan langsing.
7.
David, 8.
Penanggung rasa nyeri, atau ‘si empati’. Menyerap semua rasa sakit dan derita
para tokoh lainnya.amat peka dan penuh intuisi, tetapi rentang perhatiannya
pendek,. Lebih sering kebingungan. Rambut coklat tua kemerahan, mata biru.
Bertubuh kecil.
8. Christene, 3.
Si anak sudut. Dijuluki begitu karena dialah yang biasa bediri disudut sekolah.
Gadis cilik berkebangsaan Inggris yang cerdas. Dia bisa membaca dan menulis,
tetapi menderita disleksia (cacat membaca). Senang menggambar dan mewarnai
bunga dan kupu-kupu. Berambut pirang sebahu. Bermata biru.
9. Christoper, 13.
Abang Christene. Bicara dengan logat Inggris. Penurut, tetapi bermasalah. Biasa
meniup narmonika. Rambutnya coklat agak pirang, seperti rabt Christene, tetapi
poninya lebih pendek.
10. Adalana, 19. Wanita lesbian. Pemalu, kesepian, dan introvert. Dia
suka menulis puisi, memasak, dan membersihkan rumah untuk tokoh-tokoh yang
lainnya itu. rambut Adalana panjang hitam, seperti jalinan benang kasar. Karena
matanya yang coklat terkadang bergerak menyimpang ke kanan dan ke kiri, dia
disebit pemilik ‘mata menari’.
11. Philip, 20. Si penjahat brutal. Warga New York, beraksen Brooklyn
yang kental, biasa berbahasa kasar dan kotor. Karena nama ‘Phil’ beberapa kali
disebut-sebut, pihak kepolisian dan media memperoleh petujk bahwa di samping
kesepuluh orang yang sudah dikenal, masih ada sosok-sosok lainnya lagi.
Sudahpernah melakukan kejahaa kecil. Rambut coklat keriting, mata coklat
terang, hidung bengkok.
12. Kevin, 20. Si perencana. Penjahat kelas teri. Senang menulis.
Berambut pirang, mata hijau.
13. Walter, 22. Orang Australia. Menganggap diri sebagai pemburu
binatang yang hebat. Pandai menentukan arah dan sering ditugasi sebagai
‘penentu letak’. Berbagai emosi tertekan. Nyentrik. Berkumis.
14. April, 19. Si perempuan berengsek. Berlogat Boston. Dia penuh
dengan gagasan dan rencana untuk membalas dendam secara keji terhadap ayah tiri
Billy, tokoh-tokoh lainnya berkata bahwa dia tidak waras. Menjahit dan membantu
mengurus rumah tangga. Rambut hitam, mata coklat.
15. Samuel, 18. Yahudi pengembara. Ortodoks dalam agamanya, dialah
satu-satunya tokoh yang percaya pada Tuhan. Perupa patung dan pengukir kayu.
Rambut dan janggutnya hitam keriting, matanya coklat.
16. Mark, 16. Si kuda perjaka. Tidak punya inisiatif. Tidak berbuat
apa-apa jika belum disuruh oleh yang lainnya. Melakukan tugas berat yang monoton.
Jika tidak ada pekerjaan, dia Cuma duduk menatap dinding. Kadang-kadang disebut
sebagai ‘si zombie’.
17. Steve, 21. Si peniru gelagat orang. Sambil meniru orang lain, dia
menertawakan mereka. Dia seorang egomaniak; hanya dialah satu-satunya sosok
yang tidak pernah menerima diagnostic kepribadian majemuk. Karena dia seing
meniru orang lain sambil mengejek, sosok-sosok yang lainnya sering tertimpa
masalah.
18. Lee, 20. Si pelawak. Sering bertindak nakal, membadut, dan melucu.
Leluconnya, yang sering menjadikan orang lain sebgai sasaran, membuat
tokoh-tokoh lainnya sering diajak berkelahi, lalu dipencilkan diruang isolasi.
Tidak peduli tentang hidup ataupun akibat tidak-tanduknya terhadap orang lain. Rambut
cokelat tua, mata coklat.
19. Jason, 13. Si katup penyalur tekanan. Melalui reaksi histeris dan
ledakan amukan, yang sering berakibat hukuman, dia melegakan tekanan yang
menumpuk. Membawa pergi berbagai kenangan
buruk sehingga para tokoh lainnya bisa melupakan semua itu, dan
berbuntut amnesia. Rambut coklat, mata coklat.
20. Robert (Bobby), 17. Si pemimpi, terus-menerus berkhayal tentang
bepergian dan berpetualang. Meskipun bermimpi ingin menjadikan dunia ini tempat
yang lebih baik, dia tidak berambisi maupun berminat intelektual.
21. Shwan, 4. Tunarungu. Rentang perhatian pendek dan sering dianggap
terbelakang. Suka mengeluarkan bebunyian mendengung untuk merasakan getaran
dalam kepalanya.
22. Martin, 19. Si pemuda snob. Warga kota New York, suka pamer
kemewahan, serta senang berlagak. Ingin memiliki segala hal tanpa bekerja.
Rambut pirang, mata kelabu.
23. Timothy (Timmy), 15. Bekeja di took bunga. Disana, dia berjumpa
dengan seorang homoseks, yang berusaha mendekati dirinya sampai dia ketakutan.
Pergi ke dalam dunianya sendiri.
24. Sang Guru, 26. Wujud kedua puluh tiga sosok alter ego di atas jika
sudah melebur atau terfusi. Dialah yang mengajari sosok-sosok pribadi lainnya
itu semua keterampilan yang mereka kuasai. Amat cerdas, peka, dan punya rasa
humor yang bagus. Dia bilang, “akulah diri Billy seutuhnya,” dan sering mnyebut
cocok-sosok lainnya itu sebagao “android (manusia robot) buatanku.” Sang
Guru memiliki nyaris segenap ingatan yang utuh.
Billy
tak memiliki kendali atas tindakan pribadi-pribadi lain yang bersemayam dalam
dirinya.
Billy
Milligan ditangkap dan dijebloskan ke penjara karena penculikan dan pemerkosaan
tiga wanita di kampus Ohio State University. Namun kemudian, atas dasar alasan
kegilaan, pengadilan membebaskannya.
Hingga
kini, kabar terakhir dari Billy Milligan nyaris tak terdeteksi. Billy terakhir
kali memberikan pernyataan pada publik melalui situs tersebut dengan mengkritik
keras sistem perawatan di sejumlah institusi kesehatan jiwa milik pemerintah
AS.
Ia tak
menyebutkan apakah kepribadian-kepribadian dalam dirinya telah menyatu. Namun,
dalam babak-babak terakhir Billy masih berjuang keras meraih dan menyatukan
potongan-potongan jiwanya dengan terapi psikiatris.
Billy
juga mengkritik keras sikap psikiatris di negerinya yang tak pernah tuntas
menyelesaikan masalah kepribadian ganda. Puluhan hingga ratusan pasien
kepribadian ganda malah menjadi komoditas penangguk keuntungan. Rumah sakit dan
dokter dianggapnya membebankan biaya perawatan yang tak wajar.
Kemarahan
Billy yang terungkap dalam kritik pedasnya pada institusi birokrasi dan rumah
sakit mencerminkan dendam seorang pengidap kelainan jiwa yang harus melalui
proses penyembuhan yang panjang namun tak kunjung sembuh.
“Sistem
yang ada di negeri ini harus diubah total. Seorang penderita penyakit jiwa akan
semakin kronis dengan sistem ini. Mereka jadi objek dari sebuah kejahatan
ekonomi yang kejam. Negara ini juga mampu membuat seorang yang sehat menjadi
sakit dengan sistemnya yang tak waras,” tegas Billy, entah kepribadian siapa
yang muncul saat Billy menegaskan sikapnya. Atau, itu adalah pernyataan Billy
yang telah utuh.
Studi
Kasus 4
Psikopat
Ryan,
seorang muda psikopat yang telah sukses menghabisi nyawa setidaknya 11 manusia,
itulah jumlah korban yang sementara ini telah terungkap.
Hasil
pemeriksaan kejiwaan menyimpulkan tidak ada tanda-tanda gangguan jiwa berat
pada Ryan. Dia tidak gila, masih waras dan paham betul semua perbuatannya. Ryan
hanya patut disebut psikopat, berkepribadian sangat sensitif, mudah
tersinggung, impulsif dan agresif. Itu yang dalam teori psikiatri membuat anak
muda ini mudah menyerang bila marah dan tersinggung. Kecuali itu, entah ada
hubungannya atau tidak dengan prilaku kejamnya, Ryan diketahui memiliki
gangguan orientasi sesksual, yakni homoseksual, dan biasa berperan sebagai
wanita dalam berhubungan dengan sesama jenisnya.
Dalam
hal kualitas kriminalnya, dapat dilihat semakin hari tingkat keseriusan
perbuatan jahat Ryan semakin maju. Dari semula membunuh karena terpaksa, lalu
membunuh dengan rencana karena motif uang, kemudian membunuh oleh sebab sakit
hati, lantas membunuh dengan sangat keji: mutilasi, memotong-motong tubuh
korban menjadi beberapa bagian. Entah apa jadinya bila perbuatan menyimpang ini
lebih lambat diketahui. Halaman rumah Ryan di Jombang bakal benar-benar jadi
kuburan.
Wajahnya
kalem, mungkin senada dengan pembawaannya yang rada kemayu. Ryan sungguh tak
tampak seperti seorang pembunuh. Dalam rekaman di televisi, melihat gayanya
berjalan dan menggerakkan badan, anak muda ini malah jauh dari kesan penjahat.
Tak sebanding dengan cap jagal yang sekarang dilekatkan kepadanya.
Pembunuhan
berantai ala Ryan Jombang, yang mengubur sebagian korbannya menjadi satu
bertumpuk-tumpuk di sebelah septic tank, mengubur sebagian yang lain di sisi
kiri dan kanan rumah orangtuanya, dan diduga masih ada beberapa korban lagi
yang belum ditemukan..
Melihat
caranya membunuh dan perkakas yang dipakai: martil, bola beton, tongkat besi,
juga kayu balok yang dipukulkan ke kepala belakang korbannya, kekejaman Ryan
sungguh tak bisa dibilang sembarangan. Di kalangan sesama pembunuh kelasnya
mungkin sudah advance killer, pembunuh tingkat atas yang di lingkungan penjara
pun akan ditakuti ini bila dia mujur tak segera dihukum mati.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang
disebabkan karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana
individu tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,
masyarakat, dan lingkungan.
Meurut teori stress
vulnerability, seseorang menderita gangguan jiwa karena adanya kerentanan
dalam dirinya dan adanya stress (tekanan jiwa).
Beberapa psikoterapi
yang dapat digunakan untuk penanganan gangguan jiwa adalah: terapi psikofarmaka, terapi somatic, terapi modalitas.