Blogger Widgets

music

Minggu, 04 Januari 2015

Makalah FIQH


MACAM-MACAM AHLI WARIS DAN POMBAGIANNYA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “FIQH”
Dosen pengampu Moh. Shofiyul Huda MF, M.Ag.









Di susun oleh:
1.    NADIA NUFIDA AFLAHA           (933400613)
2.    RIZA ISNAWATUL N.F.                (933401313)

JURUSAN USHULUDDIN PROGRAM PSIKOLOGI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
KEDIRI
2014

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Warisan ialah berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain atau dari suatu kaum kepada kaum lain. Syariat Islam menetapkan aturan waris dengan bentuk yang sangat teratur dan adil. Di dalamnya ditetapkan hak kepemilikan harta bagi setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan dengan cara yang resmi. Syariat Islam juga menetapkan hak pemindahan kepemilikan seseorang sesudah meninggal dunia kepada ahli warisnya,  dari seluruh kerabat dan nasabnya, tanpa membedakan antara laki-laki dan perempuan, besar atau kecil.
Al-Qur'an menjelaskan dan merinci secara detail hukum-hukum yang berkaitan dengan hak kewarisan tanpa mengabaikan hak seorang pun. Bagian yang harus diterima semuanya dijelaskan sesuai kedudukan nasab terhadap pewaris, apakah dia sebagai anak, ayah, istri, suami, kakek, ibu, paman, cucu, atau bahkan hanya sebatas saudara seayah atau seibu.
Al-Qur’an dijadikan sandarannya. Hanya sebagian kecil saja (perihal hukum waris) yang ditetapkan dengan Sunnah dan Ijma’. Di dalam syari’at Islam tidak dijumpai hukum-hukum yang diuraikan oleh al-Qur’an secara jelas dan terperinci sebagaimana hukum waris.
Membicarakan kewarisan (farâidh) berarti membicarakan hal ihwal peralihan harta dari orang yang telah mati sebagai pemberi waris (al-muwarris) kepada orang yang masih hidup sebagai ahli waris (al-wâris). Artinya warisan merupakan esensi kausalitas (sebab pokok) dalam memiliki harta, sedangkan harta merupakan pembalut kehidupan, baik secara individual maupun secara universal.

B.     Rumusan Masalah
1)      Macam-macam ahli waris dan bagian penerimaannya?
2)      Cara penyelesaian pembagian warisan?
3)      Masalah khusus yang berhubungan dengan warisan?


BAB II
PEMBAHASAN
A.      Macam-macam Ahli Waris dan Bagiannya
Ahli waris ada dua macam, pertama, ahli waris nasabiyah  yaitu ahli waris yang hubungan kewarisannya didasarkan karena hubungan darah (kekerabatan). Kedua, ahli waris sababiyah yaitu ahli waris yang hubungan kewarisannya karena suatu sebab, yaitu sebab pernikahan dan memerdekakan budak, atau karena sebab perjanjian (janji setia).
Dilihat dari bagian yang diterima, atau berhak atau tidaknya  mereka menerima warisan, ahli waris dibedakan menjadi tiga:
1.    Ahli waris ashab al-furud yaitu ahli waris yang telah ditentukan bagian-bagiannya, seperti 1/2, 1/3, dan lain-lain.
2.    Ahli waris ashab al-usubah yaitu ahli waris yang ketentuan bagiannya adalah menerima sisa setelah diberikan kepada ashab al-furud, seperti anak laki-laki, ayah, paman dan lain sebagainya.
Dalam kompilasi kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari:
a.    Menurut hubungan darah
-       Golongan laki-laki terdiri dari: ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek.
-       Golongan perempuan terdiri dari: ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan nenek.
b.    Menurut dari hubungan perkawinan terdiri dari duda dan janda.
3.    Ahli waris Zawi al-arham yaitu orang yang sebenarnya mempunyai hubungan darah dengan si pewaris, namun karena dalam ketentua nas tidak diberi bagian, maka mereka tidak berhak menerima bagian.
Dari segi hubungan jauh dekatnya kekerabatan ahli waris dibedakan menjadi:
1.    Ahli waris hajib yaitu ahli waris yang dekat hubungan kekerabatannya menghalangi hak waris ahli waris yang jauh hubungannya. Contoh, anak laki-laki menjadi penghalang bagi saudara perempuan.
2.    Ahli waris mahjub yaitu ahli waris yang jauh hubungan kekerabatannya, dan terhalang untuk mewarisi.
Bagian  masing-masing ahli waris
a.    Ahli waris nasabiyah
Bagian warisan ahli waris nasabiyah dapat dibedakan dari bentuk penerimaannya menjadi dua. Pertama, ashab al-furud al-muqaddarah,yaitu ahli waris yang menerima bagian tertentu yang telah ditentukan al-quran. Kedua, ashab al-usubah yaitu ahli waris yang menerima bagian sisa setelah diambil oleh ashab al-furud al-muqaddarah. Adapun bagian sisa ada tiga kategori, pertama, asabah bin nafsih, yaitu bagian sisa yang diterima karena status dirinya, seperti anak laki-laki, cucu laki-laki, garis laki-laki, atau saudara laki-laki sekandung. Kedua, asabah bi al-gair yaitu bagian sisa yang diterima oleh ahli waris karena bersamaan dengan ahli waris lain yang telah menerima sisa.Ketiga, asabah ma’al-gair yaitu bagian sisa diterima ahli waris karena bersama dengan ahli waris lain yang tidak menerima bagian sisa.
Bagian  warisan ashab al-furud al-muqaddarah akan dikemukakan menurut urutan pasal dalam kompilasi.
1.    Anak perempuan, menerima bagian:
-       ½ bila hanya seorang.
-       2/3 bila dua orang atau lebih.
-       Sisa, bersama anak laki-laki, dengan ketentuan menerima separuh bagian anak laki-laki.
2.    Ayah, menerima bagian:
-       Sisa, bila tidak ada far’u waris (anak atau cucu).
-       1/6 bila bersama anak laki-laki atau anak perempuan.
-       1/6 tambah sisa, jika bersama anak perempuan saja.
-       2/3 sisa dalam masalah garrawain (ahli warisnya terdiri dari suami, istri, ibu dan ayah).
3.    Ibu,  menerima bagian:
-       1/6 bila ada anak atau dua saudara lebih.
-       1/3 bila tidak ada anak atau saudara dua lebih atau bersama satu orang saudara saja.
-       1/3 sisa dalam masalah garrawain.
4.    Saudara perempuan seibu, menerima bagian:
-       1/6 satu orang tidak bersama anak dan ayah.
-       1/3 dua orang atau lebih, tidak bersama anak dan ayah.
5.    Saudara perempuan sekandung, menerima bagian:
-       ½ satu orang, tidak ada anak dan ayah.
-       2/3 dua orang atau lebih, tidak bersama anak dan ayah.
-       Sisa, bersama saudara laki-laki sekandung, dengan ketentuan ia menerima separuh bagian saudara laki-laki (asabah bi al-gair)
-       Sisa, karena ada anak atau cucu perempuan garis laki-laki (asabah ma’al-gair)
6.    Saudara perempuan seayah, menerima bagian:
-       ½  satu orang, tidak ada anak dan ayah.
-       2/3 dua atau lebih, tidak ada anak dan ayah
-       Sisa, bersama saudara laki-laki seayah
-       1/6 bersama satu saudara perempuan sekandung, sebagai pelengkap 2/3 (sulusain).
-       Sisa (asabah ma’al-gair) karena ada anak atau cucu perempuan garis laki-laki.
7.    Kakek dari garis ayah, ( kecuali dalam keadaan bersama-sama saudara-saudara sekandung atau seayah) menerima bagian:
-       1/6 bila bersama anak atau cucu.
-       Sisa, tidak ada anak atau cucu.
-       1/6 + sisa, hanya bersama anak atau cucu perempuan.
-       1/3 atau muqasamah dalam keadaan bersama  saudara-saudara sekandung atau seayah.
-       1/6 atau 1/3 x sisa atau muqasamah sisa bersama  saudara-saudara sekandung atau seayah dan ahli waris lain.
8.    Nenek, menerima bagian:
-       1/6 baik seorang atau lebih.
9.    Cucu perempuan garis laki-laki, menerima bagian:
-       ½ satu orang tidak ada mu’asib (penyebab menerima sisa).
-       2/3 dua orang atau lebih.
-       1/6 bersama satu anak perempuan.
-       Sisa (asabah bi al-gair) bersama cucu laki-laki garis laki-laki.
b.    Ahli Waris Sababiyah
Ahli waris sababiyah semuanya menerima bagian furud al-muqaddarah sebagai berikut:
1.    Suami menerima:
-       ½ bila tidak ada anak atau cucu.
-       ¼ bila ada anak atau cucu.
2.    Istri menerima:
-       ¼ bila tidak ada anak atau cucu.
-       1/8 bila ada anak atau cucu.
Bagian suami atau istri (duda atau janda) dijelaskan dalam pasal 179 dan 180 KHI:
Pasal 179:
Duda mendapat separuh bagian bila pewarisan tidak meninggalkan anak dan bila pewaris meninggalkan anak, maka duda mendapat seperempat bagian.
Pasal 180:
Janda mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka janda mendapat seperdelapan bagian
B.       Cara Penyelesaian Pembagian Warisan
Adapun besar kecilnya bagian yang diterima bagi masing-masing ahli waris dapat dijabarkan sebagai berikut:
Pembagian harta waris dalam islam ada 6 tipe persentase pembagian harta waris, ada pihak yang mendapatkan setengah  (1/2), seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), dua per tiga (2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam (1/6).
Pembagian harta waris bagi orang-orang yang berhak mendapatkan waris separoh (1/2):
1. Seorang suami yang ditinggalkan oleh istri dengan syarat ia tidak memiliki keturunan anak laki-laki maupun perempuan, walaupun keturunan tersebut tidak berasal dari suaminya kini(anak tiri).
2. Seorang anak kandung perempuan dengan 2 syarat: pewaris tidak memiliki anak laki-laki, dan anak tersebut merupakan anak tunggal.
3. Cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki dengan 3 syarat: apabila cucu tersebut tidak memiliki anak laki-laki, dia merupakan cucu tunggal, dan Apabila pewaris tidak lagi mempunyai anak perempuan ataupun anak laki-laki.
4. Saudara kandung perempuan dengan syarat: ia hanya seorang diri (tidak memiliki saudara lain) baik perempuan maupun laki-laki, dan pewaris tidak memiliki ayah atau kakek ataupun keturunan baik laki-laki maupun perempuan.
5.  Saudara perempuan se-ayah dengan syarat: Apabila ia tidak mempunyai saudara (hanya seorang diri), pewaris tidak memiliki saudara kandung baik perempuan maupun laki-laki dan pewaris tidak memiliki ayah atau kakek dan katurunan.
Pembagian harta waris dalam Islam bagi orang-orang yang berhak mendapatkan waris seperempat (1/4):yaitu seorang suami yang ditinggal oleh istrinya dan begitu pula sebaliknya
1. Seorang suami yang ditinggalkan dengan syarat, istri memilki anak atau cucu dari keturunan laki-lakinya, tidak peduli apakah cucu tersebut dari darah dagingnya atau bukan.
2. Seorang istri yang ditinggalkan dengan syarat, suami tidak memiliki anak atau cucu, tidak peduli apakah anak tersebut merupakan anak kandung dari istri tersebut atau bukan.
Pembagian harta waris bagi orang-orang yang berhak mendapatkan waris seperdelapan (1/8): yaitu istri yang ditinggalkan oleh suaminya yang memiliki anak atau cucu, baik anak tersebut berasal dari rahimnya atau bukan.
Pembagian harta waris dalam Islam bagi orang-orang yang berhak mendapatkan waris duapertiga (2/3):
1. Dua orang anak kandung perempuan atau lebih, dimana dia tidak memiliki saudara laki-laki (anak laki-laki dari pewaris).
2. Dua orang cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki dengan syarat pewaris tidak memiliki anak kandung, dan dua cucu tersebut tidak mempunyai saudara laki-laki
3. Dua saudara kandung perempuan (atau lebih) dengan syarat pewaris tidak memiliki anak, baik laki-laki maupun perempuan, pewaris juga tidak memiliki ayah atau kakek, dan dua saudara perempuan tersebut tidak memiliki saudara laki-laki.
4. Dua saudara perempuan seayah (atau lebih) dengan syarat pewaris tidak mempunyai anak, ayah, atau kakek. ahli waris yang dimaksud tidak memiliki saudara laki-laki se-ayah. Dan pewaris tidak memiliki saudara kandung.
Pembagian harta waris dalam Islam bagi orang-orang yang berhak mendapatkan waris sepertiga (1/3):
1. Seorang ibu dengan syarat, Pewaris tidak mempunyai anak atau cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki. Pewaris tidak memiliki dua atau lebih saudara (kandung atau bukan)
2. Saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu, dua orang atau lebih dengan syarat pewaris tidak memiliki anak, ayah atau kakek dan jumlah saudara seibu tersebut dua orang atau lebih.

C.      Masalah-Masalah Khusus dalam Pelaksanaan Pembagian Warisan
1.      Al-Aul
Al-Aul artinya bertambah. Dalam ilmu Faraidh istilah Al-Aul diartikan bagian-bagian yang harus diterima oleh ahli waris lebih banyak dari pada asal masalahnya, sehingga asal masalahnya harus ditambah atau diubah. Sebagai contoh untuk masalah ini adalah :
Ahli waris terdiri dari istri, ibu, dua saudara perempuan kandung dan seorang saudara seibu. Harta peninggalan Rp 45.000.000,-. Maka bagian masing-masing ahli waris tersebut adalah istri 1/4  ; ibu 1/6, dua saudara perempuan kandung 2/3 dan saudara saibu 1/6. asal masalahnya 12
Istri                                           = 1/4 x 12  =   3
Ibu                                            = 1/6 x 12  =   2
2 saudara (pr) kandung             = 2/3 x 12  =   8
Seorang saudara seibu              = 1/6 x 12  =   2_
Jumlah                                                              15
Asal masalahnya 12, sedangkan jumlah bagian 15, maka asal masalah dinaikkan menjadi 15. cara penghitungan akhirnya :
Istri                                           = 3/15 x 45.000.000,-    =            9.000.000,-
Ibu                                           = 2/15 x 45.000.000,-    =           6.000.000,-
2 saudara (pr) kandung             = 8/15 x 45.000.000,-    =           24.000.000,-
1 saudara seibu                         = 2/15 x 45.000.000,-    =            6.000.000,-__
Jumlah                                                                                           45.000.000,-
2.      Ar-Radd
Ar-Radd (ar-raddu) yaitu : “mengembalikan”. Menurut istilah faraidh ialah membagi sisa harta warisan kepada ahli waris menurut pembagian masing-masing menerima bagiannya. Ar-Radd dilakukan karena setelah  harta diperhitungkan untuk ahli waris ternyata masih terdapat sisa, sedangkan tidak ada ‘ashobah. Maka harta yang tersisa tersebut dibagikan kepada ahli-waris yang ada kecuali suami atau isteri.
Sebagai contoh untuk masalah ini adalah sebagai berikut :
Ahli waris terdiri dari seorang anak perempuan dan ibu. Bagian anak perempuan adalah 1/2 dan ibu 1/6. asal masalahnya berarti 6.
Anak perempuan                       = 1/2 x 6   = 3
Ibu                                            = 1/6 x 6   = 1
Jumlah                                                           4
Asal masalah (KPT/KPK)  adalah 6, sedangkan jumlah bagian 4. maka penyelesaian dengan radd asal masalahnya dikembalikan kepada 4. sehingga cara penyelesaian akhirnya adalah :
Anak perempuan                       = 3/4 x harta warisan     =…
Ibu                                            = 1/4 x harta warisan     =…
Cara penyelesaian diatas adalah apabila tidak ada suami atau istri. Apabila ada suami atau istri, cara penyelesaiannya adalah sebagai berikut;
Seseorang   meninggal dengan meninggalkan harta sebesar Rp 18.000.000,-. Ahli warisnya terdiri dari istri, dua orang saudara seibu dan ibu. Bagian istri 1/4, dua orang saudara seibu 1/3 dan ibu 1/6. asal masalahnya adalah 12.
Istri                                           =1/4  x 12 = 3
Dua saudara seibu                     = 1/3 x 12 = 4
Ibu                                           = 1/6 x 12 = 2
Jumlah bagian                                               9
Karena ada istri, maka sebelum siswa warisan dibagikan, hak untuk istri diambil dulu dengan menggunakan asal maslah sebagai pembagi.
Maka untuk istri = 3/12 x  Rp. 18.000.000,- =  Rp 4.500.000,-.
Sisa warisan setelah diambil adalah 18.000.000,-  –  4.500.000,- = 13.500.000,- dibagi kepada dua saudara seibu dan ibu, dengan cara bilangan oembaginya adalah jumlah perbandingan kedua pihak ahli aris, maka 4+2 = 6. jadi bagian masing-masing adalah :
Dua sudara seibu                      = 4/6 x Rp. 13.500.000,-            = Rp.   9.000.000,-
Ibu                                           = 2/6 x Rp. 13.500.000,-            = Rp.   4.500.000,-
Jumlah                                                                                           = Rp. 13.500.000,-
Maka dapat diketahui bagian masing masing ahli waris tersebut.
3.    Gharawain
Gharawain artinya dua yang terang, yaitu dua masalah yang terang cara  penyelesaiannya yaitu :
1.      Pembagian warisan jika ahli warisnya suami, ibu dan bapak
2.      Pembagian warisan jika ahli warisnya istri, ibu dan bapak
dua masalah tersebut berasal dari Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Tsabit. Kemudian  disepakati oleh jumhur fuqaha. Dua hal tersebut diatas dianggap sebagai masalah karena jika di bagi dengan perhitungan yang umum, bapak memperoleh lebih kecil dari pada ibu. Untuk itu dipakai pedoman penghitungan khusus sebagaimana dibawah ini :
untuk masalah pertama maka bagian masing-masing adalah suami 1/2, ibu 1/3 sisa (setelah diambil suami) dan bapak ‘ashobah. Misalkan harta peninggalannya adalah Rp. 30.000.000,-. Maka cara pembagiannya dalah sebagai berikut :
suami 1/2 x Rp. 30.000.000,-      = Rp. 15.000.000,- sisanya adalah Rp. 15.000.000,-
ibu 1/3 x Rp.15.000.000,-           = Rp. 5.000.000,-
Bapak (‘ashobah)                        = Rp. 10.000.000,-
Jumlah                                          = Rp. 30.000.000,-
(dan begitu pula untuk pembagian pada masalah ke-2 yakni dengan ahli waris istri 1/4, ibu 1/3 sisa (setelah diambil hak istri) dan bapak ‘ ashobah )
4.      Masalah Musyarakah
Musyarakah atau Musyarikah ialah yang diserikatkan. Yaitu jika ahli waris yang dalam perhitungan mawaris memperolah warisan akan tetapi tidak memperolehnya, maka ahli waris tersebut disyarikatkan kepada ahli waris lain yang memperolah bagian.
Masalah ini terjadi pada ahli waris terdiri dari suami, ibu, 2 orang saudara seibu dan saudara laki-laki sekandung, yang jika dihitung menurut perhitungan semestinya mengakibatkan saudara laki-laki sekandung tidak memperoleh warisan. Dalam masalah ini. Menurut Umar, Utsman, dan Zaid yang diiuti oleh Imam Tsauri, Syafe’i dan lain-lain, pembagian tersebut tidak adil.
Maka, untuk pemecahannya saudara kandung disyarikatkan dengan saudara seibu didalam baigiannya yang 1/3. sehingga penyelesaian tersebut dapat diketahui dalam pembagian berikut :
Suami                                                                                     1/2       = 3/6 = 3
Ibu                                                                                         1/6       = 1/6 = 1
Dua orang saudara seibu dan saudara (lk) sekandung         1/3       = 2/6 = 2
Jumlah                                                                                                         = 6.
Bagian saudara seibu dan saudara laki-laki sekandung dibagi rata, meskipun diantara mereka ada        ahli waris laki-laki maupun perempuan.
5.    Masalah Akdariyah
Akdariyah artinya mengeruhkan atau menyusahkan, yaitu kakek menyusahkan saudara perempuan dalam pembagian warisan. Masalah ini terjadi jika ahli waris terdiri suami, ibu, saudara perempuan kandung/sebapak dan kakek.
Bila diselesaikan dalam kaidah yang umum, maka dapat diketahui bahwa kakek bagian lebih kecil dari pada saudara perempuan. Padahal kakek dan saudara perempuan mempunyai keduduka yang sama dalam susunan ahli waris. Bahakn kakek adalah garis laki-laki, yang biasanya memperoleh bagian lebih besar dari pada perempuan, maka dalam masaah ini terdapat tiga pendapat dalam penyelesaiannya, yaitu :
1.    Menurut pendapat Abu Bakar ra. Saudara perempuan kandung/sebapak mahjub oleh kakek. Sehingga bagia yang diperoleh  oleh masing-masing ahli waris adalah suami 1/4, ibu 1/3,  kakek ‘ashobah, dan saudara perempuan terhijab hirman.
2.    Menurut pandangan Umar bin Khatib dan Ibn Mas’ud, untuk memecahkan masalah diatas, amak bagian ibu dikurangi dari 1/3 menjadi 1/6, untuk menghindari agar bagian ibu dikurangi dari 1/3 menjadi 1/6, untuk menghindari agar bagian ibu tidak lebih besar dari pada bagian kakek. Sehingga bagian yang doioerolah masing-masing ahli waris adalah suami 1/2, ibu 1/6, saudara perempuan ½ dan kakek 1/6. diselesaikan dengan Aul.
3.    Menurut pendapat Zaid bin Tsabit, yaitu dengan cara menghimpun bagian saudara perempuan dan kakek, lalu membaginya dengan prinsip laki-laki memperolah dua kali bagian perempuan. Sebagaimana jatah pembagian umum, saudara perempuan 1/2 dan kakek 1/6. 1/2 dan 1/6 digabungkan lalu dibagikan untuk berdua dengan perbandingan pembagian saudara perempuanndan kakek = 2 : 1.
6.    Hal-hal yang berkenaan dengan harta Peninggalan
Beberapa masalah yang berkaitan dengan harta yang terlebih dahulu wajib ditunaikan oleh ahli waris sepeninggal seorang muslim yang meniggalkan harta, yaitu:
1.    Biaya penyelenggaratan Jenazah
2.    Pelunasan hutang
3.    pelaksanaan wasiat
7.    Penetapan Ahli Waris yang Mendapat Bagian (Itsbatul Waris)
Dalam Itsabatul Waris ini harus dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah berikut ini Meneliti siapa saja yang menjadi ahli waris, baik karena hubungan kerabat, pernikahan maupun karena  sebab lainnya.
1.    Meneliti siapa saja yang terhalang menerima warisan. Misalnya karena membunuh atau atau beda agama.
2.    Meneliti ahli waris yang dapat terhijab.
3.    Menetapkan ahli waris yang berhak menerima warisan, setelah melakukan perhitungan yang tepat tentang jumlah harta peniggalan almarhum/almarhumah.
8.    Cara Pembagian Sisa Harta
Yang dimaksud  dengan sisa harta warisan adalah :
1.    Sisa harta setelah semua ahli waris menerima bagiannya
2.    Sisa harta karena orang yang meninggal tidak mempunyai ahli waris
9.    Bagian Anak dalam Kandungan
Beberapa permasalahan yang menyangkut dengan anak yang masih berada dalam kandungan yaitu :
1.    Apakah janin yang masih dalam kandungan tersebut ada hubungan kekrabatan yang sah dengan si mati, maka perlu diperhatikan tenggang waktu anara akad nikah dengan usia kandungan.
2.    Belum bisa dipastikan jenis keamin dan jumlah bayi yang ada dalam kandungan tersebut.
3.    Belum bisa dipastikan, apakah janin tersebut akan lahir dalam keadaan hidup atau mati.
4.    Jika harta warisan dibagikan maka akan menimbulkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi.
Bayi yang lahir dalam keadaan hidup, mempunyai hak warisan dari ayahnya yang meninggal. Sabda Rasulullah saw. :“Jika anak yang dilahirkan berteriak, mak ia diberi warisan”
Jalan Keluar dalam masalah ini adalah :
1.    para ahli waris yang ada boleh mengambil bagian dengan jumlah paling minimal dari kemungkinan-kemngkinan yang bisa terjadi.
2.    Apabila harta warisan dapat dijaga dan pembagianya tidak mendesak, maka pembagian warisan ditunda sampai bayi lahir.
10.     Bagian Orang Yang Hilang
Yang dimaksud dengan orang yang hilang disini ialah yang tidak diketahui keberadaannya dalm jangka waktu yang relatif lama. Orang yang hilang tersebut bisa sebagai muwaris maupun ahli waris, maka dapat ilaksanakan sebagai berikut :
Apabila kedudukannya sebagai Muwarits
1.    Harta yang hilang sebaiknya ditahn sampai ada kepastian keberadaannya atau kepastian tentang hidup atau matinya
2.    Ditunggu sampai batas usia manusia pada umumnya. Menurut Adul Hakim ditunggu sampai batas usia kurang 70 tahun.
Apabila kedudukannya sebagai ahli waris
Harta warisan dibagikan, dan ia (orang yang hilang) diberikan bagian sebagaimana bagian semestinya dan diberikan bila ia masih hidup atau datang. Dan diserahkan kepada ahli waris lain bila ia sudah meninggal.
11.     Bagian orang yang meninggal bersama-sama
Orang yang meninggal secara bersamaan yang disebabkan oleh penyebab-penyebab tertentu, tidak saling waris mewarisi baik ada hubungan kekerabatan maupun pernikahan. Sebab adanya saling waris mewarisi ialah adanya al –muwarits yang sudah meninggal dunia dan al-Warits yang masih hidup.
Pendapat ini dipegang oleh Abu Bakar dan Umar, lalu diikuti oleh jumhur Fuqaha. Antara lain Imam Malik, Imam Syafe’i, Imam Abu Hanifah dan lain-lain.
12.     Hikmah Pembagian Warisan
1.    Menghindari terjadinya persengketaan dalam keluarga karena maslah pembagian harta warisan
2.    Menghidari timbulnya fitnah. Karena pembagian harta warisan yang tidak benar
3.    dapat mewujudkan keadilan dalam keluarga, yang kemudian berdampak psitif bagi keadilan dalm masyarakat
4.    Memperhatikan orang-orang yang terkena musibah karena ditinggalkan oleh anggota keluarganya
5.    Menjunjung tinggi hukum Allah dan Sunnah Rasulullah.

BAB III
PENUTUP
Hukum waris ditetapkan pada kondisi bertemunya dua jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Adapun pada kondisi waris sejenis, seperti halnya pewaris yang hanya meninggalkan anak laki-laki tanpa anak perempuan, atau anak perempuan tanpa anak laki-laki. Atau orang yang meninggal memiliki saudara laki-laki tanpa saudara perempuan atau memiliki saudara perempuan tanpa saudara laki-laki, maka pembagian waris pada kondisi ini dilakukan secara merata, tak ada perbedaan antara yang satu dengan yang lain

DAFTAR PUSTAKA

Drs. Ahmad Rofiq, M.A., 1997, Hukum Islam di Indonesia, PT. Raja GrafindoPersada, Jakarta.
Dr. Ir. Muhammad Shahrur, 2010, Metodologi Fiqih Islam Kontemporer, PenerbiteLSAQ Press, Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar